Pak De Anto Baret (tengah) bersama kawan-kawan Sketsa Jalanan dalam jumpa pers di Heritage Kayutangan Kota Malang. (Fur/kabarjagad)
Kabarjagad, Kota Malang – Menjelang konser “Sambang Sambung Sketsa Jalanan”, Anto Baret bersama Totok Tewel, Tege Dreads, dan Marjinal mengadakan jumpa pers di Kopi Tot tot Heritage Kota Malang, Jum’at (25/7/2025) siang. Juma pers ini membahas detail konser tersebut yang akan diselenggarakan pada Sabtu 26 Juli 2025 bertempat di gedung Gajayana, open gate 17:00 WIB.
Dalam jumpa pers tersebut, Pak De Anto Baret sapaan akrabnya, ia menyampaikan pesan mendalam tentang bagaimana sebuah karya bisa menyatukan pikiran, rasa, dan batin menjadi satu kesatuan yang bisa diinterpretasikan dalam kehidupan nyata. Ia juga menyampaikan pesan melalui syair lagu yang merupakan kisah perjalanannya yang syarat makna.
“Selepas maghrib, ayah memanggilku dan berkata dengan mirip, kemana akan kau langkahkan, kakimu anakku. Ayah sudah tua, inginkan kau jadi sarjana. Aku tertegun dalam keharuan dan kejujuran jiwanya. Ibu berbisik dan berkata, jawablah anakku, kau harus gagah seperti badai dan topan. Jangan gundah ayah, jangan sedih ibu, berikan doamu untuk bekalku. Dengan gitar ini dan hati nurani, kan ku isi hidup, kuberi arti. Jadi, ya ini cerita apa adanya perjalanan hidup saya. Terima kasih semuanya, mudah-mudahan persaudaraan kita semua ini, marilah kita membuat satu lingkaran persaudaraan yang benar-benar bersaudara, terima kasih semuanya,” Lantun Pak De Anto Baret yang penuh makna.
Pak De Anto Baret juga berbagi cerita tentang perjalanannya dan bagaimana ia dikenal dengan panggilan Anto Baret. Ia menjelaskan bahwa nama Baret sebelumnya diberikan oleh Iwan Fals dalam album Ethiopia tahun 1984.
“Jadi, nama Baret itu sebelumnya yang ngasih Iwan (Iwan Fals), bukan saya sendiri. Jadi, di album Ethiopia tahun 1984, itu Iwan ngeluarin album Ethiopia, di situ ada lagu Lonteku sama Kontras Mudisu. Nah, di situ namaku diganti Anto Baret. Saya sempat datang ke rumahnya (red.Iwan Fals) waktu itu. Kamu ganti nama kok gak ngomong. Ya, aku males juga temenku yang ngasih nama, lu mau marah-marah, gitu. Akhirnya terus nama Anto Baret sampai hari ini”, beber Pak De.
Ia juga berbicara tentang nilai-nilai spiritual dalam karya-karya mereka dan bagaimana pesan-pesan dalam lagu-lagu mereka mengandung makna perjuangan kemanusiaan dan kesadaran.
“Nah, itu adalah spirit spirit semangat-semangat buat hidup kita. Saya sering ngomong, ya ayolah, Awak’e dewe kabeh kate mulih, ayo ngresik’i dalane kene mulih, supaya mulihe enak, gak akeh ndute, gak ono ri ne (Kita ini semua pasti akan pulang kehadirat Tuhan, ayo membersihkan jalan kita menuju pulang, supaya pulangnya nyaman, tidak banyak kotoran, tidak ada durinya). Jadi, ada nilai-nilai itulah, tidak hanya sekedar karya, memang karya itu nyata. Tapi, bisa lahirnya karya ini, adalah bagaimana kita menyatukan pikiran rasa batin menjadi satu kesatuan kita mencoba menterjemahkan di dalam kehidupan yang sebenarnya. Mungkin aku terlalu muluk-muluk, tapi nawaituku (niatku) ya Allah itulah, tidak ada kata lain,” tandas Pak De Anto Baret.
Begitu pula dengan Mike Marjinal, vokalis band punk legendaris Indonesia “Marjinal”, ia menyampaikan bahwa dalam konser tersebut dari rentetan lagu-lagu yang disajikan, menurutnya adalah mengandung pesan-pesan yang mendalam, arti sebuah perjuangan kemanusiaan, belajar membangun kesadaran, merawat kerukunan dan saling welas asih (cinta kasih).
“Ya, dari rentetan lagu-lagu yang akan kita sajikan dalam konser di situ akan terasa kuat sekali pesannya adalah untuk kita semua menjadi bagian dalam sebuah upaya besar, upaya bersama dalam sebuah perjuangan kemanusiaan, untuk saling menjaga persaudaraan. Yuk sama-sama belajar membangun kesadaran, dan kemudian merawat kerukunan, dan saling menebarkan welas asih, artinya cinta kasih kepada semua. Artinya, ini yang akan menjadi pesan dari sketsa jalanan dan konser, yang selalu akan kita bawa kemanapun kesempatan itu ada, akan kita terus tebar kesempatan itu,” ungkap Mike Marjinal.
Sebelumnya, Mike Marjinal juga mengatakan awalnya bahwa, proses dua perjalanan ini memang tidak semerta-merta turun dari langit, tapi memang ada sebuah perjalanan panjang yang pada akhirnya bertemu di persimpangan dalam membangun sebuah kesadaran bersama.
“Artinya, bahwa hari ini kita membangun sebuah proses sebenarnya hanya sesuatu ketentuan yang harus dibangun hari ini, artinya dalam bentuk karya, karena memang ada suatu kegelisahan yang menangkap gitu, bahwa ada yang lebih subtansi, yaitu bagaimana saya melihat sketsa jalanan Anto Baret ini, ini adalah satu lintas generasi, lintas entitas, lintas komunitas yang pada akhirnya saya melihat bahwa Anto baret adalah satu buah wadah media bersama untuk mengukuhkan kesadaran, menguatkan kesadaran, menguatkan perseduluran, menguatkan kerukunan. Jadi, pada intinya bahwa semua tertuang dalam kegelisahan dalam karya-karya yang dibangun dalam Sketsa Jalanan Anto Baret, jadi saya melihat itu. Dan secara pribadi, saya sangat bersyukur dan sangat beruntung sekali bisa bersama guru jalanan saya ini,” tutur Mike Marjinal.
Selanjutnya, Sam Tege Dreads juga turut mengutarakan kebanggaannya serta rasa hormat kepada Pak De Anto Baret dan juga kawan-kawan dalam perform konser “Sambang Sambung Sketsa Jalanan”.
“Suatu kehormatan bisa tampil dan perform bareng dengan Pak De Anto Baret, denga Mike Marginal, Ada Yose, Ada Mas Hendrik dan juga ada satu Mas Totok Tewel yang belum datang, dan ini suatu kebanggaan buat saya, juga menambah pengalaman untuk bermusik saya yang bergenre reage. Terima kasih Pak De udah ngasih peluangnya buat saya, dan juga terima kasih teman-teman Marginal. Mohon supportnya dari kawan-kawan semuanya,” ujar Sam Tege.
Ditambahkan, Bobby Marjinal, ia mengaku bersyukur akhirnya dipercaya untuk bikin aransmen, awalnya bikin tiga lagu dengan versi gerbak-gerbuk yang sudah jadi tiga lagu. “Sebenarnya saya juga tidak pede untuk ngasih ke Pak De Anto Baret, tapi diskusi sama mike gimana nih.. Bismillah kirim yaudah akhirnya memberanikan diri untuk kirim aransmen musik itu ke Om Anto Baret, ternyata Alhamdulillah ayahab ilakes (bahaya sekali) oke lanjut,” ujarnya sambil tertawa bersama.
“Dan ini juga sebenarnya melihat sosok Om Anto Baret sebenarnya dengan karya sketsa jalanan ini adalah suatu teguran untuk anak-anak muda seperti kita ini, yang tua saja Om Anto Baret masih bisa berkarya. Ini sebenernya memotivasi buat kita semua. Dan banyak pesan-pesan di lagu-lagunya Pak De Anto Baret yang ditulis pada tahun 1979-1982, dan itu masih banyak pesan-pesan yang relevan sampai saat ini, artinya pesan-pesan itu harus terus digaungkan lagi,” imbuh Bobby Marjinal.
Kemudian, Jose Marjinal menambahkan terkait energi dari kota Malang mengenai seni dan musiknya. “Bahwa disini adalah barometer musik rock dan bisa memberikan semangat baru buat anak muda kota Malang khususnya, Kota ini menarik banyak berbagai macam komunitas bisa berkumpul di kota Malang, dan bisa sebagai contoh untuk kota lain di Indonesia”, ucapnya.
Keseluruhan dalam Konser “Sambang Sambung Sketsa Jalanan” ini mengandung pesan-pesan yang mendalam tentang persaudaraan, kesadaran, dan kasih sayang yang penting untuk diteruskan dan dihayati oleh semua orang. (Fr)