Kabarjagad, Madiun – Sebuah pesan yang disampaikan oleh tokoh spiritual Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), RM. Imam Koesoepangat atau yang dikenal sebagai Sang Pandito Wesi Kuning pada tahun 1987, kini menjadi perbincangan hangat di kalangan warga PSHT.
Dalam pesan tersebut, beliau menyampaikan:
“Dek besok PSHT akan hancur. Yang menghancurkan adalah orang PSHT sendiri. Tapi jangan khawatir, setelah itu akan muncul PSHT yang lebih kuat.”
Dulu dianggap sekadar peringatan, kini pesan itu dirasakan sebagai kenyataan. Banyak warga PSHT menilai, perjalanan organisasi yang mengusung ajaran bela diri dan spiritualitas ini memang tengah melewati fase ujian terberat: perpecahan dari dalam.
Sebagai organisasi pencak silat besar yang telah melahirkan jutaan pendekar, PSHT tidak hanya mengajarkan teknik bela diri, namun juga filosofi kehidupan. Ajaran tentang budi pekerti, pengenalan jati diri, serta makna persaudaraan menjadi inti dari ilmu “Setia Hati”.
Namun, dalam perjalanannya, sebagian warga PSHT merasakan bahwa esensi itu mulai terkikis. Aspek fisik dan simbolik lebih ditonjolkan, sementara ajaran spiritual dan pengenalan diri perlahan terabaikan.
Kepentingan organisasi, dinamika politik internal, bahkan konflik personal membuat nilai-nilai luhur PSHT terpinggirkan.
Ironisnya, di tengah kegaduhan yang terjadi, banyak warga PSHT kini lebih mudah terjebak dalam konflik, menyalahkan satu sama lain, dan melupakan makna persaudaraan sejati. Persaudaraan yang dulu menjadi nafas dan sikap hidup, kini kadang hanya menjadi slogan kosong.
Seorang Warga PSHT yang tak ingin disebutkan namanya mengungkapkan kegelisahannya:
“Jika diam kau anggap bijak, maka lakukanlah. Tapi jika bijak itu diinjak, maka bicaralah agar mereka diam. Dan saya memilih diam, karena saya tidak paham tentang apa yang sebenar-benarnya terjadi. Biarlah mereka yang berseruan dengan semboyan.”
Kondisi ini oleh sebagian warga PSHT dianggap bukan sebagai akhir, melainkan bagian dari siklus zaman. Seperti pesan leluhur: dari kehancuran akan muncul kebangkitan baru. Sebuah PSHT yang lebih kuat, lebih sadar, dan lebih kembali kepada nilai-nilai awal.
Kini, muncul kesadaran baru di kalangan sebagian Warga PSHT untuk kembali merenungi ajaran sejati: menjadi manusia yang berbudi luhur, tahu benar dan salah, serta setia terhadap persaudaraan bukan hanya sebagai identitas, melainkan sebagai pengamalan hidup.
Saatnya menjadikan masa ini sebagai momentum introspeksi bersama. PSHT bukan sekadar organisasi silat, tetapi jalan pembentukan watak dan kepribadian. Ajaran Setia Hati adalah warisan luhur para leluhur, dan setiap warga PSHT memikul tanggung jawab untuk menjaga kemurniannya.
Karena sejatinya, kekuatan PSHT bukan pada banyaknya jumlah, tetapi dalam keteguhan hati, ketulusan jiwa, dan keutuhan niat menjalani hidup dalam persaudaraan sejati.(imm)