Kajati Jatim, Dr. Kuntadi, S.H., M.H., saat memberikan materi pada Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXXII Gelombang II Tahun 2025 di Kampus A Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta. (Ist)
Kabarjagad, Jakarta – Kejahatan korporasi yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah menjadi sorotan utama dalam Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXXII Gelombang II Tahun 2025. Dalam sesi yang berlangsung di Kampus A Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia, Jumat (12/9/2025), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Dr. Kuntadi, S.H., M.H., hadir sebagai pengajar dan menegaskan pentingnya penguasaan teori hukum untuk menjerat pelaku kejahatan kerah putih ini.
Dalam materinya yang bertajuk “Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak Pidana,” Dr. Kuntadi menyoroti bahwa kejahatan korporasi bukan hanya sekadar tindak pidana biasa. “Ini adalah kejahatan ‘white collar’ dengan berbagai modus, mulai dari eksploitasi sumber daya hingga perusakan lingkungan. Dampaknya sangat serius, menyebabkan kerugian multidimensi bagi negara dan masyarakat,” ungkapnya.
Menurut Dr. Kuntadi, untuk bisa menjerat korporasi sebagai pelaku, jaksa harus menguasai tiga teori yuridis utama. Ketiganya adalah identification theory, alter ego theory, dan aggregation theory. Tiga pendekatan ini, lanjutnya, adalah kunci untuk mengidentifikasi directing mind korporasi atau individu yang bertanggung jawab atas kehendak dan tindakan badan hukum tersebut.
Lebih lanjut, ia memaparkan berbagai sanksi pidana yang bisa diterapkan. Selain denda, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan yang lebih berat seperti pencabutan izin usaha, pembekuan kegiatan, bahkan pembubaran korporasi. Sanksi ini, menurutnya, bertujuan untuk memberikan efek jera maksimal.
Dr. Kuntadi juga menekankan bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi harus mengedepankan prinsip restitutio ad integrum, yaitu pemulihan kerugian negara secara total, termasuk pengembalian aset. Ia mengingatkan para calon jaksa bahwa tugas mereka tidak hanya menghukum, tetapi juga memastikan kerugian finansial, ekologis, sosial, dan yuridis yang timbul dapat dipulihkan.
Kehadiran Kajati Jatim ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam mencetak jaksa yang progresif dan responsif. Penguasaan materi tentang pertanggungjawaban korporasi ini diharapkan dapat membekali para calon jaksa dengan kompetensi yang mumpuni untuk menghadapi kompleksitas kasus di masa depan, sekaligus mendukung supremasi hukum di Indonesia. (fr)