Ketua PEPADI Jawa Timur, Ki Sinarto S.Kar., M.M., (baju batik) usai penyerahan wayang kepada 8 dalang Jatim sebagai simbol dimulainya pagelaran wayang kulit lakon “Dewa Ruci” di Pendopo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. (Fur/kabarjagad)
Kabarjagad, Kota Batu – Ratusan seniman dan pencinta seni pedalangan di Kota Batu berkumpul dalam sebuah acara akbar bertajuk “Pagelaran Sehari Bersama Ki Narto Sabdho”. Kegiatan ini digelar sebagai wujud penghormatan atas 100 tahun Sang Maestro Pedalangan, Sang Mahaputra Nararya Ki Narto Sabdho. Acara ini tak hanya menggelar parade karawitan dan pagelaran wayang 8 (delapan) dalang Jawa Timur dengan lakon “Dewa Ruci”, tetapi juga memunculkan wacana penting, yakni pengusulan Ki Narto Sabdho sebagai Pahlawan Nasional.
Puncak acara pagelaran wayang ini bertempat di Pendopo Kecamatan Bumiaji, Kota Batu pada Sabtu (13/9/2025) yang diinisiasi oleh Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Kota Batu, sebagai bentuk “Darma Bhakti” kepada sosok yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi seni budaya pedalangan dan karawitan di Nusantara.
Sebelumnya, pada siang hari, acara diawali dengan parade karawitan dari karya-karya Ki Narto Sabdho yang dibawakan oleh kelompok karawitan dari SMA Katolik Yos Yudarso, PKK Kelurahan Temas, dan Larasati dari Desa Bulukerto, yang dibuka langsung oleh Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, didampingi anggota DPRD Kota Batu Bapak Sampurno, serta Camat Bumiaji Thomas Maydo.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia, Ki Lutfi Aziz, menyampaikan rasa syukurnya atas terlaksananya acara yang sudah diinisiasi sejak beberapa bulan lalu ini. “Acara ini adalah ‘umbul dungo’ (doa bersama) dan untuk mengenang karya-karya Ki Narto Sabdho yang luar biasa, dan saya haturkan terima kasih setinggi-tingginya kepada semua pihak yang mendukung terselenggaranya acara ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua PEPADI Kota Batu, Ki Eko Saputro, menjelaskan bahwa pagelaran ini istimewa karena lakon dibawakan sesuai naskah wayang aslinya yang diperoleh dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, yang dibawakan 8 dalang Jawa Timur, yakni termasuk dirinya, kemudian Ki Bryan Arfista, Ki Faishol Tantowi, Ki Bayu Sasongko, Ki Samtidhar, Ki Lutfi Aziz, Ki Setyo Wahyudi dan Ki Adimas Cahyo. “Ini adalah bentuk penghormatan kami agar karya-karya beliau tetap otentik,” kata Ki Puput sapaan akrabnya.
Ki Puput juga menyampaikan bahwa acara ini berawal dari niat tulus yang tergerak hatinya setelah melihat podcast putra Ki Narto Sabdho, Profesor Dr. Danang Respati Puguh bersama seorang seniman dan budayawan nasional, Jaya Suprana. Dalam podcast tersebut, dibahas mengenai peringatan 100 tahun Ki Narto Sabdho dan juga usulan agar beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
“Jadi, setelah saya dan rekan-rekan melihat podcast tersebut, sehingga mempunyai niat krentek hati, masa’ kita sebagai seniman yang sering menggunakan karya Mbah Narto Sabdho tidak tergerak untuk menggelar metri 100 tahunnya beliau. Oleh karena itu, berkat dukungan dari pemerintah Kota Batu melalui Dinas Pariwisata dan Kecamatan Bumiaji, serta para sponsor sehingga bisa terlaksana hari ini pagelaran wayang dan parade karawitan, yang semuanya adalah karya Ki Narto Sabdho”, ungkapnya. Ia juga menegaskan pentingnya mendukung usulan Ki Narto Sabdho diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Hal ini untuk mengenang jasa sang maestro yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi perkembangan seni pedalangan Nusantara.
Menanggapi usulan ini, Ketua PEPADI Jawa Timur, Ki Sinarto, S.Kar., M.M., menyambutnya dengan suka cita, Ia menyatakan dukungannya terhadap usulan bahwa Ki Narto Sabdho akan diangkat menjadi Pahlawan Nasional. “Mari kita dukung bersama-sama. Nanti pada acara Festival Hari Dalang, akan saya buat tema tersebut, biar pemerintah bisa memperhatikan,” ujarnya.
Selain itu, Ki Sinarto juga mengingatkan para dalang bahwa karya-karya Ki Narto Sabdho dapat menjadi pedoman di era modern. Menurutnya, meskipun saat ini wayang sudah hebat pasarnya dan laris, tapi jangan hanya terfokus bab pasar saja, “Ojo nganti nglincipi barang seng ora kudu (jangan sampai mengasah/fokus pada yang tidak seharusnya), harus tetap berpegang teguh pada pakem agar tidak “klendran” (Glambyar/tidak fokus) dan “keblabasan” (melewati batas),” tuturnya.
“Nah, Ki Narto Sabdho ini bisa untuk mengembalikan kesadaran dalang, supaya yang bengkok bisa menjadi lurus kembali, itulah hebatnya Ki Narto Sabdho, meskipun terkadang lucu, terkadang kasar tetap menggunakan pakem, dan menggunakan kata-kata yang cocok, tidak mencederai, bahasanya itu halus namun tidak susah. Itulah Ki Narto Sabdho pada setiap Lakon yang dibawakannya,” tambah Ki Sinarto.
Ki Sinarto juga menyampaikan bahwa pedalangan di Nusantara, baik gagrak (gaya/model) Yogjakarta, Bali, Pasundan dan lain sebagainya, termasuk Gending-gendingnya juga itu rata-rata pasti tersentuh oleh kehebatannya Ki Narto Sabdho. Terakhir, Ia pun mendoakan agar almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan YME.
Penutup, sebagai simbol dimulainya pagelaran wayang, Ki Sinarto menyerahkan wayang kepada delapan dalang yang akan tampil, menandai dimulainya pagelaran wayang dengan lakon “Dewa Ruci” yang dibawakan secara otentik sesuai naskah aslinya. Pagelaran wayang ini menjadi penanda simbolis dimulainya babak baru dalam upaya mengenang dan memperjuangkan pengakuan yang lebih tinggi bagi Sang Maestro, Mahaputra Nararya Ki Narto Sabdho. (Fr)