Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi
Kabarjagad, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengambil langkah proaktif menekan angka perceraian di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan menggelar seminar dan bincang santai bertajuk “Merawat Cinta Kasih Keluarga, Cegah Toxic Parenting.” Acara yang dihadiri ratusan pegawai ini menghadirkan narasumber ternama, Medical Doctor dan Konsultan Keluarga, dr. Aisah Dahlan, di Empire Palace, Kamis (30/10/2025).
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengungkapkan bahwa kegiatan ini adalah upaya serius Pemkot Surabaya untuk menekan kasus perceraian. “Melalui inisiasi Bunda Literasi, hari ini kita dapat mengundang Ibu dr. Aisah Dahlan. Fokus utamanya adalah bagaimana kita bisa saling menghormati antara suami dan istri dalam konteks mencegah toxic parenting,” ungkap Wali Kota Eri.
Menurutnya, toxic parenting bermula dari mengajarkan hal-hal yang tidak baik kepada anak. Namun, sebelum orang tua bisa menjadi teladan, mereka sendiri harus tersadarkan dan terjaga. Wali Kota Eri mengingatkan, sedikit kesalahan dalam mendidik atau perlakuan dapat berdampak fatal bagi anak dan keutuhan keluarga.
“Mengingat rutinitas padat para pegawai Pemkot, termasuk guru, kekuatan pondasi agama dan keharmonisan keluarga harus ditingkatkan. Kuncinya adalah komunikasi yang baik antara suami dan istri. Keluarga harus menjadi contoh, sebab anak yang hidup dalam celaan akan sering mencaci, sementara anak di lingkungan suportif akan memiliki kepercayaan diri,” jelasnya.
Menyadari ritme kerja ASN yang tinggi memerlukan dukungan internal, Pemkot Surabaya menyediakan konseling tatap muka dan juga memfasilitasi konsultasi melalui aplikasi atau web digital. Solusi digital ini diberikan khusus untuk menjamin kerahasiaan bagi ASN yang mungkin merasa sungkan atau ragu untuk berkonsultasi secara langsung.
“Pemkot telah menyiapkan tim psikologi di bawah koordinasi DP3A-PPKB. Kami juga memfasilitasi konsultasi melalui aplikasi atau web digital,” terangnya.
Sementara itu, Bunda Literasi Kota Surabaya, Rini Indriyani, menekankan pentingnya literasi keluarga. Menurutnya, literasi memiliki cakupan luas, termasuk bagaimana menjadi orang tua yang baik dan membentuk keluarga. Ia berharap, kehadiran dr. Aisah Dahlan dapat membantu para ASN memahami pola asuh yang benar, termasuk perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan perempuan.
“Sebelum memperlakukan anak dengan baik, kita harus menjadikan keluarga kita sebagai role model yang baik,” kata Bunda Rini Indriyani sapaan akrabnya.
Bunda Rini Indriyani turut memperingatkan tentang tantangan bagi perempuan yang berkarir. Ia berpesan agar sesibuk apapun, orang tua harus meluangkan waktu untuk sentuhan kasih sayang, seperti mencium dan memeluk anak setiap hari, karena masa kecil anak adalah momen yang tidak akan terulang.
“Meskipun banyak perempuan bekerja dan ada kemungkinan pendapatan istri lebih besar, sebagai seorang istri, kita harus tetap menghormati suami, karena itulah komitmen dalam berumah tangga,” pesannya.
Ia percaya, ketika keluarga harmonis, pekerjaan pasti akan maksimal. Sebab, keluarga adalah fondasi utama tempat anak belajar kasih sayang dan empati, namun kompleksitas tekanan zaman, mulai dari kesibukan, gawai, hingga stres pekerjaan yang kerap membuat kasih sayang bergeser menjadi ketegangan.
“Ini adalah dorongan nyata untuk menekan angka perceraian di lingkungan Pemkot Surabaya,” ujarnya.
Bunda Rini Indriyani menambahkan, keluarga adalah tempat pertama anak belajar kasih sayang dan empati. Di tengah tekanan kompleks, toxic parenting sering muncul karena emosi yang tidak terkelola. Para ahli menyebut bahwa anak membutuhkan secure attachment atau keterikatan emosional yang aman dengan orang tuanya.
“Menggarisbawahi peran suami dan istri, keduanya harus saling melengkapi, bukan bersaing. Istri mungkin menjadi hati keluarga, tapi suami adalah tiangnya. Keseimbangan peran ayah dan ibu adalah kunci ketahanan keluarga,” imbuhnya.
Sebagai Bunda PAUD, ia memastikan setiap anak tumbuh dengan cinta yang sehat. Sebagai Ketua TP PKK dan Ketua Forum Puspa Srikandi, Bunda Rini Indriyani terus mendorong penguatan keluarga sebagai pondasi utama pembangunan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Ia menutup dengan menyampaikan salah satu materi menarik dr. Aisah Dahlan bahwa otak laki-laki bekerja dalam kotak-kotak logika, fokus pada satu hal. Sedangkan otak perempuan ibarat kabel listrik, semuanya terhubung dan menyala. Jika suami bisa memahami alur emosi istri, dan istri bisa memahami ritme pikir suami, maka rumah tangga akan jauh dari pertengkaran yang tidak perlu.
“Mari terus belajar menjadi pasangan yang sadar, sabar, dan penuh cinta. Kekuatan keluarga terletak pada kemauan untuk belajar dan memperbaiki diri bersama, bukan pada kesempurnaan. Dari keluarga yang harmonis inilah akan lahir Surabaya Hebat yang berketahanan,” pungkasnya. (irm)












