Jatim  

Museum Wayang Potehi Gudo, Dikunjungi Bupati Jombang

Foto: Bupati Jombang Mundjidah Wahab (tengah) didampingi Toni Harsono (kiri).

Kabarjagad.id, Jombang – Klenteng Hong San Kiong Gudo, adalah Klenteng tertua dan paling unik di kabupaten Jombang dilengkapi museum didalamnya tersimpan berbagai benda kuno peninggalan Dinasty Cina hingga zaman Majapahit.

Klenteng Hong San Kiong ini dinamai Museum dengan sebutan Museum Potehi yang didirikan, kurang lebih 6 tahun silam. Di dalam museum terdapat sejumlah boneka wayang potehi. Hal itu terlihat saat Bupati Jombang Mundjidah Wahab berkunjung pada, Jum’at (6/12/2023).

Kehadiran Bupati bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang Senen, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Jombang Anwar disambut oleh Toni Harsono, pegiat dan pelestari wayang Potehi Klentheng Gudo Jombang.

Dikatakan Bupati Mundjidah “Berbicara tentang wayang potehi di Klenteng Gudo ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Toni Harsono. Toni bukan hanya pegiat seni, namun juga seorang pejuang yang tak kenal lelah dan pantang menyerah dalam upaya melestarikan serta mengembangkan wayang potehi, ujar Mundjidah.

Komitmennya dalam merawat kesenian wayang potehi ini diwujudkan dengan mendirikan museum wayang Potehi dan pagelaran wayang potehi secara berkala di Klenteng Gudo. Toni Harsono telah mendedikasikan hidupnya untuk seni wayang potehi serta kehidupan para pelaku seni wayang potehi yang telah membawa nama Jombang melalui duta perjalanan budaya ke Tong Tong Fair Den Haag, Belanda, ucapnya.

Pemerintah Kabupaten Jombang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang akan memberikan dukungan berupa fasilitasi kelompok potehi pada tampilan serta mengenalkan wayang potehi ini pada para peserta didik di sekolah.

Wayang potehi, kesenian tradisional asal Tionghoa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Bangsa Indonesia. Perpaduan unsur budaya asal daratan Cina dengan budaya lokal memberi warna tersendiri bagi etnis Tionghoa di Nusantara termasuk yang ada di Kota Santri julukan Kabupaten Jombang, tuturnya.

Sementara itu, Toni Harsono pemilik museum Potehi Gudo mengatakan bahwa, Potehi berasal dari akar kata pou (kain) te (kantong), dan hi (wayang). “Secara harfiah, bermakna wayang yang berbentuk kantong dari kain dimainkan menggunakan kelima jari. Tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang,” ucapnya.

Kesenian tradisional ini dari Tionghoa dan telah berkembang selama kurang lebih 3.000 tahun lalu telah ada sejak Dinasti Jin (265-420 M). Untuk memainkan wayang potehi ini membutuhkan 5 pemain, 2 pemain berperan sebagai dalang dan 3 pemain sebagai pengiring musiknya. Wayang dimainkan berbeda-beda tergantung ceritanya, untuk alatnya ada tambur, musik gesek, simbah, dan lain-lain, tutur Toni Harsono.

Sebenarnya keberadaan boneka wayang potehi ini lanjutnya, itu sudah datang dan disimpan dengan aman sejak 1920 lalu dan merupakan kesenian tradisional asal Tionghoa. “Pada 2001 itu, saya mempunyai keinginan untuk membuat boneka potehi yang sama dengan potehi yang ada dari asalnya Tiongkok itu.

Karena terdapat beberapa boneka yang saya rasa tidak cocok dengan karakternya, maka saya mempunyai inisiatif untuk mengrajini sendiri boneka potehi ini dengan menyesuaikan karakternya masing-masing. “Ini cinta dan hobi saya terhadap kesenian atau keterampilan terhadap boneka wayang potehi yang tidak lepas dari sosok kakek Tok Su Kwie dan ayahnya Hok Hong Kie yang merupakan dalang wayang potehi.

Toni mengaku menyukai profesi pengrajin wayangnya saja bukan dalang. “Kalau dalang sendiri saya tidak ya, tapi kalau pementasan di Klenteng ini sering ada. Kami juga main ke luar negeri, diundang ke Jepang, Taiwan dan lainnya. Kakek dan ayahnya saya itu jadi dalang, tapi saya tidak boleh, jelasnya.

Disini ada 5 karyawan, berbekal kayu jati, alat ukir, dan bermacam warna cat, mampu membuat kerajinan seni budaya peranakan Tionghoa, Potehi. Tidak mudah dan tidak semuanya orang bisa membuat boneka potehi seperti ini.

Rata-rata masih banyak yang tidak sesuai karakternya. Jadi pekerja-pekerja boneka wayang potehi di Museum ini saya bina terlebih dahulu, meskipun lama tapi akhirnya bisa juga untuk menyesuaikan dengan karakter tokohnya. Setiap hari ini membuat kerajinan.

Mau gimana lagi, sudah hobi dan memang senang dengan wayang potehi. Dalam sehari dimungkinkan hanya bisa membuat kepalanya saja. Sehingga membutuhkan kesabaran dan ketelatenan agar sesuai ekspektasi. “Kalau membuat bagian kepala bonekanya saja itu bisa jadi sampai sehari, itupun masih belum pengecatan. Kalau bisa terangkai itu ya lama, seperti masih buat beberapa kerangkanya, tandasnya.

Beberapa tahun silam, hingga kini sudah terdapat ribuan boneka wayang potehi yang tersimpan dengan aman dan rapi di museum ini. Mulai dari boneka potehi yang usianya sudah tua hingga ke yang baru. Jadi tidak ada niatan untuk memperjual belikan kerajinan ini. Kami hanya ingin mengoleksi dan memfasilitasi kalau ada pertunjukan-pertunjukan wayang potehi di beberapa Klenteng di Jombang maupun luar daerah.

Dirinya juga berupaya agar wayang potehi yang dimiliki bisa bermanfaat dan jadi bagian budaya Indonesia. Selain itu bagaimana bisa dicintai dan dimainkan, serta menjaganya dengan baik dan mempermainkan dengan benar.

Saya berharap kepada pemerintah kiranya potehi ini bisa diperhatikan. Kalau di cagar budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, kerajinan boneka wayang potehi ini sudah didaftarkan,” pungkas Toni Harsono.(Ash).

Bagikan

Tinggalkan Balasan