KJ, Surabaya – Dalam pertemuan tahunan perbankan di Jawa Timur di Dyandra Convention Expo Surabaya, Selasa (17/12/19) Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur memproyeksikan, ekonomi Jatim di tahun 2020 akan masih tetap terjaga.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2020 diproyeksikan masih kuat dan kondusif pada rentang 5,3% s.d 5,8%, dengan tingkat inflasi yang terjaga.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, Difi A. Johansyah mengatakan, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan III-2019 tercatat sebesar 5,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,02% (yoy).
“Sepanjang tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tersebut ditopang oleh pertumbuhan sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan informasi komunikasi yang secara konsisten melebihi pertumbuhannya di skala Nasional.” ujarnya di Dyandra Convention Expo Surabaya, Selasa (17/12/19).
Ia menjelaskan, pertumbuhan ini didukung pula oleh inflasi yang terjaga dengan baik. Hingga November 2019, inflasi Jatim tercatat sebesar 2,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan nasional (3,00%), dan sampai dengan akhir 2019 akan konsisten dibawah nasional yaitu pada level 2,1%.
Difi menuturkan, kontribusi Jawa Timur terhadap nasional didukung pula oleh kontribusi devisa Jawa Timur yang tidak hanya berasal dari dunia usaha namun juga dari remitansi Pegawai Migran Indonesia (PMI).
Difi menerangkan, devisa Hasil Ekspor (DHE) Jatim tercatat sebesar 94,8% dari nilai ekspornya, lebih tinggi di atas nasional yang sebesar 90%. Begitupun dengan remitansi PMI Jawa Timur yang merupakan kontributor terbesar remitansi nasional dengan tren yang terus meningkat.
“Hal ini menjadi bukti bahwa ekspor maupun remitansi Jawa Timur menjadi sumber utama pasokan valas Indonesia,” tutur Difi.
Walaupun demikian, jelas Difi, berbagai tantangan masih akan dihadapi oleh perekonomian Jawa Timur ke depan. Diantaranya, pertumbuhan kredit Jatim yang relatif lebih rendah dibanding Nasional, peningkatan cukai rokok yang disinyalir akan menurunkan konsumsi dan produksi rokok.
Selain itu, perlunya upaya peningkatan produktivitas sejalan dengan peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) serta neraca perdagangan Luar Negeri Jawa Timur yang masih defisit.
“Untuk menghadapi tantangan tersebut, sinergi dan inovasi menjadi kunci untuk mendorong akselerasi perekonomian Jawa Timur.”kata Difi A. Johansyah.
Sementara itu, Khofifah Indar Parawansa, Gubenur Jawa Timur mengatakan, PR Jawa Timur seperti kemiskinan yang masih di atas rata-rata nasional, ketimpangan antara desa dan kota serta IPM yang masih di bawah IPM Nasional memerlukan sinergi dan kolaborasi antara pemerintah daerah, perbankan dan dunia usaha.
“Harapannya, pertumbuhan ekonomi juga mampu mendorong pengurangan angka kemiskinan,” jelas Khofifah.(Tris)