Persidangan perkara dugaan pemerasan oknum wartawan dan LSM di Pengadilan Negeri Malang. (Ist)
Kabarjagad, Kota Malang — Sidang kasus dugaan pemerasan oleh oknum wartawan dan LSM, yakni FDY dan YLA, kepada pengasuh salah satu pondok pesantren di Kota Batu kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Malang pada Senin (25/8/2025). Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini mengungkap fakta-fakta baru yang mengejutkan.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi, yaitu Amida Yusiana, seorang ASN dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Pendudukan dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu, dan Rista Ayuningtyas, keluarga korban dugaan pencabulan.
Dalam kesaksiannya, Amida Yusiana membenarkan adanya laporan kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh pengasuh salah satu pondok pesantren di Punten, Kota Batu. Namun, ia juga menyatakan bahwa tersangka hingga kini belum ditahan. Amida menjelaskan bahwa dirinya mengetahui kasus pemerasan yang menjerat FDY dan YLA dari penyidik Polres Batu saat dimintai keterangan terkait laporan pencabulan.
Kemudian, Saksi Rista Ayuningtyas, keluarga korban pencabulan berinisial RR, menjelaskan bahwa awalnya mereka dibantu oleh terdakwa YLA untuk mendapatkan pengacara secara gratis (pro bono). Pengacara tersebut berinisial FAA.
Namun, pengakuan Rista mengejutkan persidangan. Ia mengungkapkan bahwa pihak keluarga sebenarnya hanya menginginkan pengakuan dan permintaan maaf terbuka dari pelaku pencabulan, bukan uang. “Keluarga tidak pernah minta uang. Kami hanya meminta permintaan maaf dan pengakuan dengan melakukan konferensi pers di media, hanya itu,” tegas Rista di hadapan Majelis Hakim.
Lebih lanjut, Rista mengaku bahwa pengacara FAA, bersama dengan terdakwa YLA, pernah menawarkan uang sebesar Rp1 juta per bulan untuk biaya beasiswa dan pemulihan korban. Tawaran tersebut langsung ditolak oleh keluarga korban. Puncak dari kesaksiannya adalah ketika Rista menyebutkan bahwa FAA juga pernah meminta agar kasus pencabulan tersebut ditutup saja dan semua urusan diserahkan kepadanya.
Pengakuan saksi Rista memicu respons keras dari tim kuasa hukum terdakwa yang terdiri dari Kayat Hariyanto, Bahrul Ulum, dan Kresna Hari Murti. Mereka mendesak Majelis Hakim agar JPU menghadirkan pengacara FAA sebagai saksi di persidangan selanjutnya.
Namun, Ketua Majelis Hakim, Muhammad Hambali, S.H., menegaskan bahwa kehadiran saksi adalah sepenuhnya kewenangan JPU. “Saksi dihadirkan atau tidak di persidangan ini adalah wewenang jaksa,” kata Muhammad Hambali.
Jaksa Penuntut Umum, yang diwakili oleh Muh. Fahmi Mirza Barata, S.H., M.H., akan menghadirkan satu saksi lagi dalam sidang selanjutnya. Sementara itu, pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya berencana akan menghadirkan saksi A de Charge atau Saksi Meringankan. Kemudian, sidang ditutup dan ditunda hingga Senin, 1 September 2025. (fr)