Hukrim  

Terdakwa Henry Wibisono didakwah Gelapkan Uang Perusahaan Sebesar 6,2 Miliar

Terdakwa Henry Wibisono Saat Sidang di Pengadilan Negeri Surabaya 

Kabarjagad, Surabaya – Dugaan penipuan dan penggelapan dana proyek senilai lebih dari Rp6,2 miliar yang merugikan PT Nusa Indah Metalindo (NIM) terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dalam sidang lanjutan yang digelar pada Selasa (29/7/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak menghadirkan tiga saksi kunci.

Terdakwa dalam perkara ini adalah Henry Wibowo, pemilik CV Baja Inti Abadi (BIA), yang dijerat dengan Pasal 379 a dan Pasal 372 KUHP tentang dugaan penipuan dan penggelapan.

Dalam sidang yang berlangsung di ruang Garuda 1, saksi pertama, Budi Suseno manajer marketing PT NIM sekaligus pelapor mengungkapkan bahwa kerugian perusahaan berawal dari 62 nota jatuh tempo sejak Desember 2023 yang tak kunjung dibayar oleh CV BIA. Total kerugian yang dialami mencapai Rp6,24 miliar.

“Awalnya kami percaya karena terdakwa adalah pelanggan lama. Tapi sejak tiga tahun terakhir, pembayaran selalu dijanjikan tanpa realisasi,” kata Budi di hadapan majelis hakim.

Ia menjelaskan bahwa upaya penagihan baik secara lisan maupun tertulis tak membuahkan hasil. Bahkan setelah somasi dan mediasi dilakukan, pembayaran tetap tidak direalisasikan. Informasi yang diperolehnya juga menyebutkan bahwa besi yang dikirim PT NIM ke CV BIA telah dijual kembali ke pihak ketiga tanpa adanya pembayaran.

Saksi kedua, Ayu Yulia Putri dari bagian administrasi pembelian PT NIM, menyebutkan bahwa terdapat 54 Purchase Order (PO) senilai lebih dari Rp6 miliar yang belum dilunasi oleh pihak terdakwa.

Sementara itu, saksi ketiga, Anisa Intan Pramesti dari bagian administrasi keuangan PT NIM, mengungkapkan bahwa ia sempat menerima enam lembar bilyet giro dari terdakwa. Namun, seluruhnya ditolak oleh pihak bank.

“Penolakan karena saldo tidak mencukupi dan pemilik rekening tidak bisa dikonfirmasi,” ujarnya.

Dari total transaksi penjualan besi beton sebanyak 367 ton yang dilakukan PT NIM kepada CV BIA sejak 2023, nilai totalnya mencapai Rp31,7 miliar. Namun, hanya sekitar Rp25,5 miliar yang telah dibayarkan, menyisakan tunggakan senilai Rp6,24 miliar.

JPU menilai, modus yang digunakan terdakwa adalah melakukan pembelian putus dengan pembayaran tempo 50–60 hari, namun setelah barang diterima dan dijual ke pihak lain, pelunasan tidak dilakukan.

Menariknya, dalam persidangan, nama Fariani istri dari terdakwa Henry Wibowo ikut disebut. Menurut kesaksian Budi Suseno, sebelum tahun 2024, nama Henry tidak tercatat sebagai pengurus CV BIA. Saat somasi dilayangkan oleh PT NIM pada 2023, susunan komanditer CV tersebut masih atas nama Mochammad Isnaeni dan Fariani.

“Perubahan akta baru dilakukan pada 2024, baru kemudian nama Henry muncul sebagai komanditer,” jelas Budi.

Ia juga mempertanyakan mengapa nama Fariani tidak ikut terseret dalam kasus ini, padahal sempat menjabat sebagai pengurus dan bahkan pernah menjanjikan pengembalian dana sebesar Rp1 miliar serta satu unit apartemen.

“Tawaran itu kami tolak karena tidak sebanding dengan kerugian kami. Kami menduga ada upaya untuk mengalihkan tanggung jawab hukum melalui perubahan struktur pengurus CV,” pungkas Budi. (hfn/irm)

Bagikan

Tinggalkan Balasan