Kabarjagad, Menado – Alat musik tradisional Kolintang, kebanggaan masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara, kini resmi menyandang sebagai status Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan dari UNESCO.
Pengakuan bersejarah ini untuk diumumkan setelah melalui proses diplomasi Budaya, Kajian Akademik, dan Kerja Kolektif yang panjang selama lebih dari satu Dekade.
Pencapaian monumental ini tidak datang secara instan. Aktor utama di balik perjuangan ini adalah ada Tim khusus di bawah koordinasi Persatuan Insan Kolintang Nasional (PINKAN) Indonesia, yang dipimpin dengan komitmen Tinggi oleh Ketua Umum Penny Marsetio.
Gagasan perjuangan muncul dari rembuk Ikatan Pelatih Musik Kolintang di Jabodetabek (IPMKJ) yang diselenggarakan di Sanggar Bapontar, bersamaan dengan inisiasi pembentukan PINKAN Indonesia.
Setelah PINKAN resmi terbentuk, pengakuan UNESCO langsung ditetapkan sebagai target utama, bahkan menjadi slogan yang melekat pada identitas organisasi: “Goes to UNESCO.”
Setelah Tiga Tahun setelah inisiasi, Alat Musik Kolintang didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, upaya signifikan baru terwujud pada 2018, ketika dibentuk Tim Lintas Keahlian yang solid.
Tim ini dirancang untuk memperkuat argumentasi ilmiah dan diplomasi budaya, tidak hanya mengandalkan aspek seni.
Anggota tim ahli yang berdedikasi ini terdiri dari:
Lidya Katuuk, B.Psy (Pegiat Budaya)
Dr. Anneke Rattu M.Mrg (Akademisi FIB Unsrat)
Dr. Glennie Latumi, S.Pd., M.Sn. (Etnomusikolog Unima)
Ir. Ludovicius Ibrahim Wullur (Kepala Departemen Musik MIS)
Amrosius M. Loho, M.Phil (Dosen Filosofi, De La Salle University).
Sertifikat Pengakuan dari UNESCO ini secara simbolis telah diterima oleh Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus. Langsung merespons pencapaian global, Tokoh Kawanua, Letjen TNI (Purn) Lodewyk Pusung, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional, juga angkat bicara.
Melalui sambungan Zoom pada Rabu kemarin (03/12/2025), Pusung juga menegaskan bahwa keberhasilan ini adalah buah dari kerja kolektif yang sangat terarah, sistematis, dan penuh komitmen.
“Pengakuan UNESCO ini melalui proses yang sangat panjang, sistematis, dan penuh komitmen. Tim dari PINKAN ini bekerja sama tanpa pamrih dan difasilitasi sepenuhnya oleh Ny. Penny Marsetio,” ungkap Pusung.
Rangkaian upaya yang dilakukan secara maraton meliputi penyusunan kajian budaya, penyelenggaraan webinar nasional dan internasional, Penerbitan Buku Referensi, penyusunan data Sejarah dan Etnomusikologi, hingga penguatan jaringan diplomasi ke berbagai Seluruh Negara Tetangga.
Pusung secara khusus juga menyoroti peran sentral Ny. Penny Marsetio dan suaminya, Ketua Dewan Pembina PINKAN Laksamana TNI (Purn) Prof Dr Marsetio.
“Beliau yang orang Jawa mau berjuang agar alat musik Tradisional itu bisa diakui di seluruh Dunia. Apa yang dilakukan PINKAN, khususnya Ny. Penny Marsetio dan Laksamana TNI (Purn) Prof Dr Marsetio. Ini perlu diapresiasi kan,” tegasnya.
Perjuangan ini turut didukung oleh berbagai pihak penting, seperti Kemenlu, Kemendagri, Kemendikbudristek, Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, Gubernur Sulut Olly Dondokambey, dan Ketua PINKAN Sulut Joune Ganda, serta musisi dan akademisi dunia seperti Dwiki Darmawan dan Franki Raden, Ph.D. Kolintang telah lama menjadi identitas budaya kuat bagi masyarakat Minahasa.
Alat musik ini terbuat dari bilah-bilah kayu lokal, seperti kayu telur, wenuang, cempaka, dan waru. Dimainkan secara ansambel, Kolintang menghasilkan ciri suara khas yang mengiringi nyanyian, tarian, atau ritual adat dan keagamaan.
Pusung mengingatkan, keberhasilan ini adalah awal dari babak baru.
“Kini kolintang sudah terdaftar secara global. Tantangan kita berikutnya adalah memanfaatkan momentum ini untuk revitalisasi pendidikan musik kolintang, pelestarian, hingga ekspansi ekosistem ekonomi kreatifnya,” tutup Pusung, menyerukan agar pemerintah daerah, komunitas budaya, dan generasi muda menjadikan pengakuan UNESCO sebagai bahan bakar semangat kebudayaan.
“Kolintang bukan hanya alat musik saja. Ini adalah identitas, kebanggaan, dan warisan masyarakat Sulut yang harus terus hidup,” Ujarnya Laksamana TNI (Purn) Prof Dr Marsetio. (@Budi_Rht)










