Kabarjagad, Bojonegoro – Suasana Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro mendadak semarak pada gelaran Festival Budaya dalam rangka memperingati HJB ke 348, yang menghadirkan beragam pertunjukan seni mulai dari tari kreasi, reog, jaranan, hingga pagelaran wayang kulit, Sabtu (15/11/2025).
Bupati Bojonegoro Setyo Wahono yang diwakili langsung oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bojonegoro, Welly Fitrama, memberi sambutan penting mengenai arah pembangunan dan masa depan kebudayaan daerah.
Dalam sambutannya Welly menyampaikan salam dan pesan khusus dari Bupati Bojonegoro, termasuk penegasan bahwa Kedungadem menjadi salah satu kecamatan yang tengah diproyeksikan menuju status kawasan perkotaan. Menurutnya, Kedungadem telah memenuhi sejumlah kriteria sebagai pusat pertumbuhan baru.
“Kedungadem ini sejak lama punya potensi besar, baik dari sisi seni, budaya, maupun ekonomi. Ini menjadi tugas kita bersama mewujudkan cita-cita menjadikan lima kecamatan sebagai kawasan perkotaan, termasuk Kedungadem,” ujarnya.
Festival budaya kali ini menampilkan kelompok reog dan jaranan yang memukau ratusan warga. Meski reog identik dengan Ponorogo, Welly meminta para seniman agar tetap menghadirkan ciri khas Bojonegoro dalam setiap penampilan.
“Reog memang dari Ponorogo, namun reog Bojonegoro harus punya gaya sendiri yang membedakannya. Kekhasan lokal inilah yang menjadi kekuatan budaya daerah,” katanya.
Selain reog, penampilan sinden, lawak, serta seniman muda membuat acara semakin meriah.
Dalam kesempatan itu, Welly juga menyampaikan bahwa acara ini merupakan bagian dari nazar Bupati Bojonegoro ketika pertama kali terpilih sebagai kepala daerah. Nazar itu diwujudkan melalui kegiatan budaya sebagai bentuk rasa syukur dan doa untuk Bojonegoro.
“Beliau berdua (Bupati dan Wabup) punya nazar yang dilaksanakan malam ini. Semoga niat baik itu membawa keberkahan bagi Bojonegoro yang semakin makmur dan membanggakan,” ungkapnya.
Selain itu, Bupati berpesan agar seluruh kecamatan terus menampilkan kebudayaan masing-masing sebagai bukti bahwa budaya Bojonegoro terus hidup dan berkembang.
“Kami yakin Kedungadem punya banyak budaya otentik yang bisa diangkat,” jelasnya.
Hal menarik lainnya, Welly menegaskan masih banyak warga yang belum mengetahui tanggal lahir Kabupaten Bojonegoro. Karena itu, ia kembali menegaskan bahwa Hari Jadi Bojonegoro jatuh pada 20 Oktober, yang setiap tahun diperingati dengan beragam kegiatan budaya.
Tema Hari Jadi Bojonegoro tahun ini adalah “Bersinergi untuk Bojonegoro Mandiri”, yang menekankan kolaborasi perangkat daerah, pemerintah desa, pelaku seni, hingga komunitas masyarakat.
Acara budaya ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menggerakkan sektor ekonomi. Sejumlah pelaku UMKM hadir menjajakan produk unggulan mereka, yang disambut antusias pengunjung.
“Event seperti ini adalah contoh sinergi yang nyata. Ketika pemerintah, desa, yayasan, pelaku UMKM, dan seniman bersatu, dampaknya langsung terlihat pada ekonomi dan pembangunan,” kata Welly.
Menjelang malam, panggung festival menghadirkan pagelaran wayang kulit berjudul “Semar Bangun Kayangan”. Lakon ini dipilih karena memuat nilai-nilai moral dan keteladanan bagi para pemimpin serta masyarakat.
“Wayang selalu mengajarkan norma, nilai luhur, dan teladan. Ini penting untuk kita hayati dalam kehidupan sehari-hari,” tambah Welly.
Di akhir sambutan, Welly menyinggung capaian besar Bojonegoro yang kini tengah menuju penetapan sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) pada tahun depan. Ada 27 titik geopark yang menjadi daya tarik nasional hingga internasional.
“Kami mohon doa restu, semoga tahun depan Bojonegoro diterima menjadi bagian dari UNESCO Global Geopark. Ini akan menjadi kebanggaan kita bersama,” tutupnya. (imm)












