Kabarjagad, Bojonegoro – Keresahan tengah menyelimuti para penjual dan pembuat tempe di wilayah Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Pasalnya, harga kedelai bahan baku utama tempe melonjak tajam hingga menembus angka Rp10.000 per kilogram.
Kenaikan harga ini bukan sekadar angka semata, tapi turut menggoyahkan stabilitas usaha para pelaku UMKM di sektor pangan.
Agus, salah satu pembuat tempe di wilayah Kecamatan Kedungadem yang sudah puluhan tahun menekuni usaha ini, tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
“Mau tidak mau, kami harus mengurangi ukuran tempe yang dijual. Kalau tidak begitu, kami bisa merugi atau malah gulung tikar,” ujarnya dengan nada prihatin, Senin (5/5/2025).
Namun, menurut Agus, langkah tersebut bukan tanpa dilema. Mengurangi porsi tempe memang bisa memangkas biaya produksi, tapi risiko yang menghantui juga tak kalah besar, kepuasan pelanggan bisa menurun, dan pada akhirnya bisa berimbas pada penurunan penjualan.
“Konsumen bisa kecewa kalau ukuran tempe mengecil, apalagi kalau harga tetap. Mereka bisa merasa dirugikan,” tambahnya.
Para penjual tempe di wilayah Kedungadem ini kini berada di persimpangan sulit. Mereka sadar bahwa menyesuaikan ukuran adalah satu-satunya cara cepat untuk menyiasati lonjakan harga kedelai.
Namun, mereka juga mengerti bahwa langkah ini berpotensi menggerus kepercayaan pelanggan yang selama ini menjadi penopang usaha mereka.
“Sebenarnya kami tidak ingin mengambil jalan ini. Kami berharap ada solusi yang lebih baik dari pemerintah atau pihak terkait. Entah itu subsidi kedelai, atau kebijakan impor yang bisa menekan harga,” harap Agus, mewakili suara para penjual tempe lainnya.
Kenaikan harga kedelai bukan hanya persoalan bagi produsen tempe di Kedungadem, tetapi juga sinyal peringatan bagi banyak pelaku usaha pangan skala kecil di seluruh Indonesia.
Jika tidak ada langkah nyata dalam waktu dekat, bisa jadi tempe makanan rakyat yang selama ini terjangkau dan bergizi akan semakin sulit dinikmati oleh masyarakat.
Warga dan pelaku usaha pun kini menanti, apakah akan ada kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang bisa membawa angin segar bagi industri tempe, atau justru mereka harus terus berjuang sendiri dalam menghadapi gelombang harga yang tak menentu. (imm)