Pemkab Bojonegoro dan UGM Bahas Masterplan Penanganan Bencana dan Ketahanan Pangan

Kabarjagad, Bojonegoro – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro bersama tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar rapat koordinasi (rakor) untuk memaparkan perkembangan penyusunan masterplan penanganan bencana, kelestarian lingkungan, ketahanan pangan, dan peningkatan ekonomi masyarakat di wilayah rawan bencana, Rabu (13/8/2025).

Acara ini dihadiri Wakil Bupati Bojonegoro, Nurul Azizah, Kepala Bappeda Bojonegoro, Achmad Gunawan, serta Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro, Imam Solikhin. Masterplan tersebut dirancang sebagai peta jalan pembangunan berkelanjutan 5–10 tahun ke depan, yang tidak hanya melindungi lingkungan dan warga, tetapi juga memastikan setiap program membawa manfaat jangka panjang.

Kepala Bappeda Achmad Gunawan menjelaskan bahwa pola bencana di Bojonegoro mengalami pergeseran. Jika sebelumnya banjir identik dengan luapan Bengawan Solo di wilayah utara, kini banjir bandang lebih sering terjadi di wilayah selatan. Selain itu, kekeringan meluas dan degradasi lingkungan semakin mengancam.

“Masterplan ini disusun untuk mengubah kerentanan menjadi kekuatan, risiko menjadi peluang, dan tantangan menjadi prestasi pembangunan,” tegas Achmad.

Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro, Imam Solikhin, menilai masterplan ini penting untuk menjawab paradoks Bojonegoro: daerah kaya sumber daya alam dan aktivitas ekonomi tinggi, namun angka kemiskinan dan pengangguran masih cukup besar.

“Kami berharap masterplan ini melahirkan ide-ide luar biasa dan menjadi dasar kolaborasi membangun Bojonegoro yang lebih baik,” ujarnya.

Sementara itu, Wabup Nurul Azizah menyoroti bahwa 72% penduduk Bojonegoro bekerja di sektor pertanian, sehingga banjir dan kekeringan memiliki dampak besar pada ekonomi. Ia memaparkan data 2024 yang mencatat 46 desa di 13 kecamatan terdampak banjir, serta kekeringan yang memengaruhi 33.000 kepala keluarga.

Nurul menekankan pentingnya normalisasi sungai, penyediaan informasi cuaca dini bagi petani, dan penataan ruang terbuka hijau (RTH) sesuai aturan 20% untuk publik, 10% untuk privat dengan pemilihan jenis tanaman yang sesuai fungsi.

Tim kajian dari UGM mengusulkan pengembangan hutan pangan berbasis agroforestri sebagai solusi ketahanan pangan dan ekonomi lokal. Analisis yang dilakukan mencakup peta tutupan lahan, kesesuaian lahan, risiko kebencanaan, serta identifikasi tanaman pangan potensial.

Beberapa wilayah seperti Temayang dan Margomulyo telah menerapkan pola random mixture, sementara Dander, Padangan, dan Ngraho menggunakan trees along border. Tanaman seperti jagung lokal, singkong, kacang tanah, gadung, dan gembili dinilai memiliki potensi besar karena tahan kekeringan dan mudah dibudidayakan.

Masterplan ini memprioritaskan rehabilitasi tutupan lahan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sempadan sungai untuk mencegah banjir bandang, serta peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana. Beberapa desa prioritas antara lain Gondang (Kec. Gondang), Kacangan (Kec. Malo), Bobol (Kec. Sekar), dan Dander (Kec. Dander).

Tim kajian menemukan adanya kesenjangan antara kebijakan dan implementasi di lapangan, termasuk sentralisasi kewenangan kehutanan dan lemahnya integrasi program antar sektor. Rekomendasi yang diajukan mencakup revisi regulasi, integrasi program sektoral, serta penguatan kelembagaan lokal seperti LPHD dan LMDH.

Wabup Nurul Azizah menutup pertemuan dengan menegaskan bahwa masterplan ini tidak boleh berhenti sebagai dokumen teknis.

“Masterplan harus menjadi kompas yang memandu pembangunan fisik sekaligus menumbuhkan pola pikir masyarakat, agar tujuan pembangunan Bojonegoro dapat tercapai,” pungkasnya.(imm)

Bagikan

Tinggalkan Balasan