Kolase kegiatan diskusi ARTTALK penutup pameran Independence Day di Studio Matahati Ceramic. (Fur/kabarjagad)
Kabarjagad, Kota Batu – Kota Batu tidak hanya dikenal sebagai kota wisata, kini berpotensi naik kelas, tidak hanya sekadar destinasi liburan, tetapi juga sebagai sumber inspirasi. Ide ini mencuat dalam diskusi ARTTALK “Kreativitas Berdampak” yang diselenggarakan oleh Studio MataHati Ceramics, di Perumahan Wastu Asri Blok DD No.8 Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, pada Minggu (31/8/2025). Acara ini menjadi penutup Pameran Keramik Internasional “Independence Day” yang sukses menghadirkan karya seniman dari lima negara.
Diskusi yang dimoderatori oleh Raisa MataHati ini menghadirkan dua narasumber yakni, Herman Aga, Ketua Komite Ekonomi Kreatif Kota Batu, dan Dwi Lili Indayani, Sekretaris GEKRAFS Kota Batu dan Young Ambassador Agriculture 2025. Dihadiri sekitar 35 audiens dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar SMKN 5 Malang, Mahasiswa dari Unesa, Binus dan Universitas Negeri Malang, Batu Kreatif Hub, Komite Ekonomi Kreatif, hingga komunitas barista dan komika, diskusi ini membedah potensi besar dari kreativitas lokal yang mampu menembus batas-batas global.
Mukhlis Arief, Pendiri Studio MataHati Ceramics, menjelaskan bahwa pameran keramik internasional “Independen Day” hasil karya kolaborasi seniman lima negara termasuk Indonesia dari residensi selama dua bulan, yang digelar di Malang Creative Center (MCC) pada 18 Agustus 2025 lalu, kemudian bergeser ke Studio MataHati Ceramics, agar mendekatkan karya global dengan masyarakat lokal.
“Konsepnya memang begitu. Kita perlihatkan karya global dari seniman luar kepada masyarakat lokal, dan berikutnya penutupan yang diakhiri dengan diskusi bertema ‘Kreativitas Berdampak’ dalam konteks lokal dan global. Kelokalan kita itu bisa menjadi peluang, untuk dalam konteks global (Think global, local act),” jelasnya.
Mendefinisikan Ulang Pariwisata: Dari Rekreasi Menuju Re-Kreasi
Konsep pariwisata di Kota Batu yang memperkenalkan Deep Tourism dan Creativity Training, yang memberi ruang kreativitas berdampak global, sebuah pendekatan yang diyakini mampu mengubah pengalaman berwisata menjadi “Re-Kreasi” yang mencerahkan.
Menurut Mukhlis Arief, konsep Deep Tourism ini bertujuan agar para wisatawan tidak hanya pulang dengan kelelahan fisik, melainkan juga membawa ide-ide inspirasi atau gagasan baru yang bermanfaat untuk pekerjaan profesional mereka.
Gagasan ini disambut baik oleh Herman Aga, Ketua Komite Ekonomi Kreatif Kota Batu. “Kami menyebutnya Re-Kreasi. Wisatawan yang datang ke Kota Batu tidak hanya merasa refresh, tapi juga mendapatkan inspirasi untuk berkreasi, seperti melalui seni keramik ini,” ujarnya.
Herman menambahkan bahwa Studio Matahati Ceramics adalah contoh nyata dari produk kreatif yang melampaui sekadar kerajinan. Disitu, keramik tidak hanya menjadi produk, tetapi juga bagian dari pengalaman menyenangkan yang dapat menyentuh aspek leadership atau kepemimpinan.
“Produk kreatif tidak harus melulu berbentuk fisik. Pengalaman dan kegiatan yang ditawarkan juga merupakan produk yang bernilai. Ini yang harusnya mulai dikembangkan di Kota Batu,” kata Herman. Ia berharap ke depannya Kota Batu bisa terus menciptakan produk-produk inovatif lain di sektor pariwisata yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mencerahkan.
DNA Kreatif Kota Batu
Herman Aga menyoroti bahwa kreativitas bukanlah hal baru bagi Desa Junrejo. Ia mengaitkan lokasi studio Matahati Ceramic yang tidak jauh dari situs Prasasti Sangguran, peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang dibawa oleh Mpu Sindok.
“Secara DNA, daerah ini memang melahirkan kreativitas. Dahulu, Sangguran adalah daerah perdikan atau kawasan khusus bagi para pengrajin senjata yang dibebaskan pajak. Benih kreativitas sudah ada sejak dulu,” ujar Herman.
Generasi Muda Indonesia Lebih Berdaya Saing
Dwi Lili Indayani menegaskan bahwa generasi muda Indonesia memiliki tingkat kreativitas yang secara alami lebih tinggi dibanding negara maju. “Pengalaman saya di luar negeri menunjukkan bahwa kita punya daya juang dan kemampuan adaptasi yang luar biasa karena kita terbiasa dengan perbedaan suku dan budaya,” ungkapnya.
Lili juga memuji konsistensi pameran Matahati Ceramic yang menciptakan ‘Hidden Gem’ di Kota Batu. “Rasanya seperti berada di pameran Korea. Setiap babaknya selalu menyuguhkan hal baru. Konsistensi seperti ini akan menjadi magnet yang menarik lebih banyak orang dan memunculkan talenta-talenta kreatif baru,” pungkasnya.
Yang menarik, diskusi ini juga membahas salah satu karya seniman muda yang menginspirasi, di mana salah satu karyanya terdapat text “Pancasilat” yang merupakan sarkasme yang menyoroti situasi kondisi bangsa sedang carut marut saat ini, dan berharap kembali pada nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya. Menurut Mukhlis Arief, ide-ide kreatif dari anak muda seperti ini justru menarik dan penting untuk memantik pemikiran kritis tentang isu-isu kebangsaan. (Fr)