Wali Kota Batu Nurochman, bersama Forkompinda Kota Batu saat menghadiri Kegiatan sarasehan menjelang HUT ke-24 Kota Batu di Graha Pancasila Balaikota Among Tani. (Ist)
Kabarjagad, Kota Batu – Suasana reflektif namun sarat kritik mewarnai peringatan menjelang seperempat abad berdirinya Kota Batu sebagai daerah otonom. Dalam sarasehan bertajuk “Refleksi Menuju Seperempat Abad Kota Batu Sebagai Daerah Otonom,” yang digelar oleh Kelompok Kerja (Pokja) Peningkatan Status Kota Batu di Graha Pancasila Balai Kota Among Tani, Selasa (14/10), para inisiator kota menyuarakan kegelisahan mendalam terhadap arah pembangunan.
Acara yang menghadirkan tokoh akademisi terkemuka seperti Prof. Dr. Hariyono (Rektor Universitas Negeri Malang) dan Dr. Slamet Hendro Kusumo (Ketua Advokasi Pokja), dengan moderator Dr. Slamet Muchsin, M.Si, (Dekan FIA UNISMA), ini menjadi mimbar bagi kritik sejarah dan harapan masa depan.
Ketua Presidium Pokja, Andrek Prana, memberikan apresiasi kepada seluruh pemimpin Kota Batu dari masa ke masa, mulai dari Imam Kabul hingga Aries Agung Paewai. Namun, ia tak segan melontarkan kritik keras.
“Kota Batu tidak punya konsep yang jelas, konsep yang bisa melindungi wilayah dan diikuti siapapun wali kotanya,” tegas Andrek Prana.
Ia mengingatkan, dulu Pokja membawa konsep sederhana namun fundamental: “Batu Kota Bernuansa Desa”. Konsep ini, menurutnya, adalah ruh dari berdirinya kota yang menempatkan kearifan lokal, harmoni alam, dan semangat gotong royong sebagai pilar utama pembangunan. Andrek Prana mendesak agar budaya, sejarah, dan karakter desa sebagai identitas asli Batu harus dipertahankan, terutama oleh kepala desa dan generasi muda. Untuk menjaga daya kritis, ia juga mengumumkan rencana reorganisasi Pokja agar lebih inklusif dengan melibatkan generasi muda.
Dalam laporannya, Ketua Panitia, Drs. Sumiantoro, menegaskan bahwa sarasehan ini adalah momen penting untuk mengingat kembali semangat awal berdirinya Kota Batu. Ia menekankan bahwa Pokja harus selalu menjaga watak kritisnya sebagai bentuk tanggung jawab moral.
“Saat dulu peningkatan status Kota Batu, kami ditanya apakah siap bertanggung jawab. Kami siap, dan kami ingin terus menjaga Kota Batu ke depan,” ujar Sumiantoro, sembari berharap pemimpin saat ini dapat melanjutkan cita-cita tersebut dengan lebih visioner dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Wali Kota Batu, Nurochman, yang turut hadir, menyambut baik kritik dan masukan dari para tokoh pendiri. Ia menegaskan bahwa semangat pendirian Kota Batu, yang berpijak pada nilai-nilai “Batu Kota Bernuansa Desa,” harus terus dihidupkan.
“Kita berterima kasih pada para pendahulu yang telah meletakkan fondasi kokoh bagi kota ini. Momentum hari jadi ke-24 adalah saat untuk merefleksikan apakah kita sudah berjalan sesuai harapan pendirian Kota Batu,” jelas Nurochman.
Ia menyoroti pentingnya inovasi dalam pembangunan, namun dengan syarat tidak boleh kehilangan akar kultural. Wali Kota mengajak seluruh warga untuk berkolaborasi dan menjadi pihak yang meng-endorse Kota Batu dalam segala aspek, dari tutur kata hingga tindakan nyata.
Sebagai kado dan bentuk dukungan terhadap pelayanan publik, Polres Kota Batu juga memberikan sumbangsih berupa Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di tingkat kecamatan, yang dijadwalkan akan diresmikan keesokan harinya.
Melalui sarasehan ini, yang menjadi dialog lintas generasi antara tokoh pendiri, akademisi, dan pemerintah, diharapkan Kota Batu dapat menemukan kesepakatan kolektif untuk meneguhkan kembali filosofi “Kota Bernuansa Desa” sebagai panduan pembangunan berkelanjutan di masa seperempat abadnya. (Fr)












