
Mbah Sutrisno (berjubah hitam) saat dalam acara ruwatan di Padepokan Padange Ati, Kota Batu. (Fur/KJ)
Kabarjagad.id, Kota Batu – Yayasan Jama’ah Dzikir Wengi menggelar acara ruwatan yang bertempat di Padepokan Padange Ati Kelurahan Temas, Kota Batu, Jum’at (28/6/2024).
Ketika ditemui media seusai acara ruwatan, Pengasuh Padepokan Padange Ati, Yayasan Jama’ah Dzikir Wengi, Sutrisno yang akrab dipanggil Mbah Tris, beliau menjelaskan bahwa di Padepokan ini merupakan tempat munajat dan berdoa bagi siapapun akan diterima, dan tanpa biaya sepeserpun, makan minum seadanya.
“Alhamdulillah, adanya Padepokan Padange Ati ini, sedikit demi sedikit bisa memberikan sumbangsih pada saudara-saudara kita yang perlu untuk diberikan suatu penerang dan penyejuk hati,” ucap Mbah Tris di Padepokan Padange Ati.
“Di Padepokan Padange Ati ini, disemua kalangan apapun siap kami terima, agama apapun kami terima dengan lapang dada dan tangan terbuka, Dan disini tanpa dipungut biaya sepeserpun, makan dan minum seadanya lebih dari cukup, ini semua disengkuyung (gotong-royong) oleh jamaah sendiri,” tambahnya.
Mbah Tris juga menjelaskan bahwa Padepokan Padange Ati ini sudah berbadan hukum, “Pendirian Padepokan Padange Ati sudah dibekali oleh badan hukum ya,ng syah, baik dari Kemenkumham RI dan didukung oleh pihak Kelurahan dan masyarakat setempat,” jelas Mbah Tris.
Beliau juga menjelaskan terkait asal mula Padepokan ini didirikan, karena dirinya merupakan pewaris ilmu yang diturunkan dari leluhurnya terdahulu yang berasal dari Ponorogo.
“Di Padepokan kami juga bisa mengobati orang-orang yang sakit (lahir maupun batin) dengan diterapi sampai sembuh, termasuk menerima pasien gila untuk dirawat hingga sembuh. Visi misi Padepokan adalah membantu orang-orang yang membutuhkan,” kata Mbah tris.
Padepokan Padange Ati merupakan perpaduan budaya Jawa dan Agama Islam, karena masyarakat Jawa sendiri sudah lama menganut agama Tauhid. Dan Padepokan ini sudah membuka cabang di Pasuruan, Saradan dan akan membuka lagi di tempat lain.
“Karena solidaritas dan kekompakan para santri kitalah maka Padepokan bisa sebesar sekarang, bukan karena saya. Saya pribadi hanya berperan sebagai pengasuh untuk memberikan bimbingan agar kedepannya para santri bisa berguna bagi sesama manusia, bangsa dan negara,” tandasnya.
Mbah Tris juga berpesan kepada semua umat manusia, terutama di Nusantara, bahwa “Kita sebagai orang Jawa harus ‘Titi Ngati-ati kelawan waspodo, bakale munculnya kumambange watu item, silem e kapal gabus’, ini menandakan bahwa hidup ini sangat singkat, kalau kita tidak ada waktu untuk bertaubatan nasuha, maka kita akan mengalami kerugian yang sangat luar biasa,” tutur Mbah Tris. (Fr)