Kabarjagad, Surabaya – Rapat evaluasi Triwulan I Tahun Anggaran 2025 antara Komisi D DPRD Surabaya dan jajaran Direksi RSUD Dr. Muhammad Soewandhie berlangsung dinamis pada Senin, 26 Mei 2025. Dipimpin oleh Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, pertemuan ini tidak hanya mengevaluasi capaian anggaran dan kinerja, tetapi juga menggali potensi pengembangan rumah sakit sebagai pusat layanan kesehatan unggulan, termasuk dalam kerangka medical tourism. Rapat tersebut turut dihadiri perwakilan dari Bappedalitbang, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Bagian Pengadaan Barang/Jasa dan Administrasi Pembangunan.
Dalam rapat ini, dr. Michael Leksodimulyo, anggota Komisi D, menyampaikan apresiasinya terhadap capaian pendapatan RSUD Dr. Soewandhie yang dinilainya “kumlaut”, bahkan menjadi percontohan untuk rumah sakit pemerintah lain. Ia mempertanyakan strategi belanja pada Triwulan II, terutama terkait pengadaan alat kesehatan dan rencana pelayanan spesifik. “Saya bandingkan dengan daerah lain, pendapatan rumah sakit ini sangat mengesankan. Sekarang, kami ingin tahu arah penggunaan anggaran ke depan, termasuk pengadaan alat kesehatan dan penguatan signature program rumah sakit,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi D lainnya, Ajeng Wira Wati, menyoroti pentingnya peningkatan kualitas pelayanan agar rumah sakit dapat bersaing dengan fasilitas kesehatan swasta. Ia menekankan bahwa kualitas pelayanan menjadi kunci dalam menarik minat masyarakat, bahkan untuk merekomendasikan RSUD kepada keluarga terdekat. “Kita perlu memastikan kualitas pelayanan, agar ketika masyarakat membandingkan dengan rumah sakit swasta, Soewandhie tetap menjadi pilihan,” ungkap Ajeng.
Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, menggarisbawahi peluang besar Surabaya dalam mengembangkan konsep medical tourism. Ia menyarankan agar RSUD Dr. Soewandhie mulai menawarkan paket-paket layanan kesehatan terpadu, seperti medical check-up yang dikombinasikan dengan wisata kota. “Malaysia sudah lebih dulu dengan paket-paket medical tourism mereka. Surabaya tidak harus meniru sepenuhnya, tapi harus punya penawaran serupa,” tegasnya.
Menanggapi berbagai masukan, Dirut RSUD Dr. Soewandhie, dr. Billy Daniel Mesakh, memaparkan capaian rumah sakit dari sisi pendapatan yang meningkat signifikan, serta rencana pengembangan layanan seperti pendirian Soewandhie Oncology Center. Namun, ia juga menyinggung sejumlah kendala regulasi dan skema BPJS yang dinilainya menyulitkan rumah sakit pemerintah dalam mengembangkan layanan berkelanjutan. “Kami sudah punya alat, bahkan jaringan sudah kami siapkan, tapi regulasi saat ini membatasi ruang gerak. Kajian harus kami buat untuk bisa keluar dari keterikatan yang menyulitkan, bukan meninggalkan BPJS, tapi mengimbangi dengan layanan berbayar yang sehat secara finansial,” jelasnya.
Billy juga menekankan pentingnya penguatan brand image rumah sakit dan penyamaan pemahaman seluruh staf terhadap visi dan layanan unggulan yang dikembangkan. “Saya butuh tim yang tidak hanya bekerja, tapi paham produk dan bisa menjelaskan dengan baik. Karena sekarang RS Soewandhie bukan lagi rumah sakit biasa, kita ingin naik kelas,” tambahnya. (dj)