Kabarjagad, Surabaya – Ratusan massa dari Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS) menggeruduk gedung DPRD Kota Surabaya pada Selasa (26/8/2025). Mereka menyampaikan aspirasi kepada Komisi B DPRD terkait dugaan pemutusan sepihak pengelolaan lahan parkir di sejumlah outlet Mie Gacoan Surabaya oleh PT Pesta Pora Abadi, selaku manajemen.
Ketua PJS Surabaya, Izul Fiqri ST, menegaskan bahwa aspirasi mereka berangkat dari semangat local wisdom atau kearifan lokal. Menurutnya, selama ini para koordinator parkir sudah membantu kelancaran operasional Mie Gacoan, mulai dari perizinan hingga menjaga kondusivitas lingkungan. Namun tiba-tiba, manajemen melakukan pemutusan kontrak di dua titik, yakni di Jalan Bung Tomo dan Manukan, meski kontrak kerja sama masih berjalan.
“Yang bikin kaget, pemutusan itu hanya berdasar pada aduan netizen. Padahal suara netizen tidak bisa dijadikan kitab suci. Apa yang terlihat di media sosial belum tentu sesuai kondisi di lapangan,” ujarnya di hadapan anggota Komisi B.
Izul menambahkan, kontrak kerja sama parkir yang dijalankan para koordinator berbeda-beda. Ada yang tanpa batas waktu, ada pula yang dievaluasi setiap enam bulan. Sistem pembayaran yang diterapkan juga berbasis per bill, di mana sebagian dari biaya parkir disetorkan ke manajemen. Namun sistem ini dinilai kerap merugikan juru parkir karena perhitungan tidak seimbang antara jumlah kendaraan dan tagihan makanan pelanggan.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi B DPRD Surabaya, Agoeng Prasojo, menilai persoalan ini tidak hanya soal pemutusan kontrak, tetapi juga menyangkut modernisasi sistem perparkiran. Ia menanyakan kesiapan PJS jika ke depan manajemen mewajibkan penggunaan barrier gate system atau parkir satu pintu. Menurutnya, sistem tersebut akan lebih transparan, mempermudah perhitungan pajak, dan pada akhirnya mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya.
“Saya ingin tahu, apakah saudara-saudara siap menggunakan sistem penyelenggaraan parkir modern? Karena arah kebijakan saat ini adalah menuju ke sana,” ujar Agoeng.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Surabaya, M. Faridz Afif, memastikan pihaknya akan memfasilitasi mediasi antara PJS dan PT Pesta Pora Abadi. Pertemuan lanjutan dijadwalkan pada Selasa, 2 September 2025, di ruang Komisi B DPRD Surabaya. “Kami akan undang pihak manajemen Mie Gacoan agar duduk bersama. Terima kasih teman-teman PJS sudah menyampaikan aspirasinya dengan tertib,” katanya.
Meski sempat terjadi ketegangan dalam forum, suasana akhirnya berlangsung kondusif. Para juru parkir merasa didengar, sementara pihak DPRD berkomitmen menjaga keseimbangan antara hak masyarakat lokal dan kepentingan investasi swasta di Surabaya.
Aksi ini mencerminkan betapa rentannya hubungan antara pelaku usaha dan pengelola parkir tradisional di tengah arus modernisasi. Juru parkir menuntut penghargaan atas peran mereka yang sejak awal mendukung keberadaan usaha kuliner, sementara investor menuntut efisiensi dan transparansi.
Kesimpulannya, konflik parkir Mie Gacoan di Surabaya menjadi potret kecil tarik-menarik antara kearifan lokal dan modernisasi sistem. Pertemuan 2 September mendatang di DPRD akan menjadi penentu: apakah suara juru parkir tetap memiliki ruang, ataukah sepenuhnya digantikan oleh sistem digital.(dj)